Di sebuah gedung perkantoran bilangan Thamrin. On the way menuju lift.
Saya: "..ya jadi blablabla..."
Idun: " ya gitu, pokoknya temen gua itu.ya waktu itu.(melemah)"
Saya: "Hah, apa sih?"
Idun: "Ya gitu.. (lebih melemah)"
Saya: "Kenapa sih lu? Hah ini kok lantai 6 gamau dipencet sih? (berusaha memencet tombol 6 berulang kali)"
Idun: "Jangan2 seharusnya pakai lift sebrang, lagi?"
Saya: " Iya ya, jangan2 gitu. Yaudahlah kita naik sampai 11 aja dulu, dah gt turun dari situ. " (suara kencang, nada yakin, tidak bersalah, soalnya lift penuh dan cuma kita berdua aja yang ngomong.)
Lantai 11.
Saya: "Ini,lagi! Lift gamau dipencet. Apa gajalan ya liftnya? Lah, orang turun dari mana dong?"
Saya: "HAAAAAAAAAA??" (terbelalak dalam hati)
Idun: " Iya emang! (ekspresi 'udah ga bilang dari tadi ada lukman sardi,juga! Sambil megang hp dengan camera stand by) Susah ya motonya?"
Saya: "menurutlooo!?"
Saya: "Ya jadi gimana temenlo? (kenceng, rese, kayak ngga terjadi apa-apa)"
Masalahnya, kita berdua gada yang bsa kontrol muka. Kayak mau ngedatengin terus teriak 'main film bareng yuk', atau 'i wanna be yo pimp mama!!! kyaaaaaaaa!!'
Idun: "Lewat tangga darurat aja yuk!"
Saya: "Ha emang ada? Oh ada... Emang bisa?"
Idun: "Ya bisa lah!"
kabur!
Perjalanan turun, banyak orang minum, makan, ngerokok, sambil pura2 cerita, ketawa, dan 'misi-misi, maaf ya...punten..'
Lalu kami menyerahkan berkas gitu deh, rahasia, di lt.6. Dah gt turun kebawah.
Idun: "E bentar, lantai 11 tuh apa sih gua mau liat. Haa? Lukman sardi kesitu?"
Saya: "APa sih emang?"
Idun: "Itu, nama perusahaannya kayak nama perkumpulan agama apa, gt."
Saya: "Doa, kali dia?"
Ternyata setelah ditelusuri, itu lantai sebuah redaksi majalah remaja. Mungkin foto buat artikel.
Ah, wi lap yu, yu drove us krazzzyy!
gw pikir lo mengerti reaksi emosional gw! lain kali lebih kooperatif ya.
ReplyDelete