kali ini saya akan banyak bicara dan mungkin kacau bahasanya.
Terkadang sesuatu selalu diwanti-wanti untuk dipikirkan dengan logika. Katanya kalau sebelum berbuat atau bertindak, dipikirkan dulu maatng-matang, sekali lagi dengan logika. Katanya logika itu harus! Tapi tak semua logika dapat ditempatkan dengan benar dalam segala kesempatan bukan? Kalau menggunakan logika, berarti kita mengunakan otak kita sepenuhnya. Pria lebih sering menggunkan logika dibandingkan perasaan. Namun menurut saya semuanya itu sebanding ah! Terkadang ada juga wanita yang tidak menggunakan perasaan. Semuanya tergantung lingkungan, dan bagaimana pikiran kita dibesarkan melalui lingkungan tersebut. Kalau menggunakan logika, kebudayaan Indonesia tidak akan ada. Ya tentu saya toh? Semua hasil kebudayaan kita didasarkan atas pemikiran atas sesuatu yang Esa, yang lebih dari kita. Masyarakat Indonesia yang (masih) tinggal di pula-pulau dan pedalaman dan (masih) mempertahankan kebudayaan mereka (sampai sekarang), yang sekarang disebut sebagai ‘orang kampung’ atau ‘orang kuno’ atau ‘masyarakat primitif’ , terima kasih atas hasil karya dan pemikiran mereka yang masih memegang teguh kepercayaannya *barusan itu nyepet*. Eh, belum titik dong.
Iya, segala jenis warna, dan bentuk, dan torehan garis pada setiap elemen kebudayaan yang dihasilkan itu memiliki makna tersendiri. Garis batas pada Batik dan candi-candi pralambang 3 dunia, motif sapi sebagai arti kendaraan menuju Nirwana. Yang semuanya, sekali lagi, sayaaanggg sekali tidak menarik untuk dipelajari oleh masyarakat jaman sekarang. Terima kasih kepada modernisasi dan pengaruh lingkugan yang sekarang tidak mengindahkan kekayaan Bangsa. Adat budaya? Ih, mendengarnya saja sudah gatel. Ah! Pingin nutup kuping. Adat? Apa itu? Yah, asal tahu tari Kecak dari Bali saja sudah cukup. Yang penting mah hidup kedepan. IH SEBEL DASAR YA ANAK JAMAN SEKARANG. Logikanya, sekarang Indonesia sudah jelek. Menurut saya, dengan mempelajari dan mencintai budaya sendiri, itu sangat membantu. Coba, kebudayaan khas Indonesia sekarang apa? Batik saja diakui Malaysia. Ambil aja semua kebudayaan kita! Terusa saja kita mengakui asas minimalis dalam segala aspek kehidupan. Modern dong, minimalis dong. Sial.
Saya..? Berbicara berbuih-buih mengenai kekesalan memang tak ada habisnya. Terima kasih kepada leluhur saya yang membuat rumah saya dengan gaya yang hangat dan penuh dengan ornamen khas negri sendiri. Terima kasih atas koleksi sejuta kebaya Eyang Putri yang memenuhi lemari,juga kain batik Solo yang sekian banyaknya. Ada yang berminat? Saya…? Saya belum bisa berbuat apa-apa. Mungkin dengan mendengarkan dosen yang banyak orang membencinya, Dosen Sejarah Seni Rupa Indonesia Lama, dengan khusyuk dan masyuk, saya belajar mencintai Indonesia. Saya jadi kenal akar kebudayaan kita. Saya senang mempelajarinya, saya niat, saya dapat A untuk mata kuliah itu. Baru segitu saja.
Okay
Kata Agnes Monica, Cinta itu, kadang kala tak ada logika. Mungkin bukan kadang kala, SERINGKALI tak ada logika. Cinta cinta cinta. Diawali dengan tawa, dilalui dengan senyum ,diakhiri dengan tangis. Itu yang saya tahu, melalui teori majalah. Secara (kalau kata ngetren anak muda sekarang), belum pernah gitu loh merasakan. Tapi dari sekian banyak curhatan teman saya, saya jadi banyak mempelajari mengenai cinta secara tidak langsung. Cinta tidak berlogika. Bisa saja orang naksir sekilas sama seseorang. Belum kenal, belum tahu, tiba-tiba bilang cinta. Menurut saya itu namanya suka, atau lebih tepatnya penasaran. Cinta membuat orang yang kita ‘cintai’ menjadi penting. Semua untuk dia. Apapun dilakukan untuk dia. Tanpa logika. Tanpa mengikuti aturan tentang ‘seluk beluk cinta biar kamu tak salah’. Cinta salah? Tak ada yang salah dengan cinta. Yang salah, orang yang menjalaninya. Bukansalah.. tiodak pintar saja.. Cinta bikin gila. Okay, orang gila, tak bisa berpikir. Orang gila, tak punya logika. Logikanya, orang gila, harus masuk RSG.
Cinta bikin kita tak bisa mengatur semuanya. Benar itu tadi, tak pakai logika. Cinta bikin kita bisa menyakiti keluarga, menomor sekiankan keluarga, teman, hanya karena cinta lebih kuat daripada ‘mereka’ semua. Kita bisa rela menyakiti orang yang hamper seumur hidupnya bersama kita karena seseorang yang baru saja bertemu sebulan. Cinta.. cinta.. tak ada logika.
Jadi logikanya, logika itu pentingkah? Sebaik dan sewajarnya, memang semua-semua itu harus balance dan harus ada pada tempatnya. Sudah waktunya menggunakan perasaan, ya berperasaanlah! Waktunya menggunakan logika, ya bukalah otakmu!
Jadi, menawar Bajaj bagaimana? Logikanya: jarak segitu seharusnya sekian harganya. Atau kasihan sama Abangnya yang wajahnya menyedihkan ?
Mengakulah, logika pasti tak kan bisa pada tempatnya.
No comments:
Post a Comment
tell me what you think!