Pages

Wednesday, 24 October 2007

Papa pulang dan pergi

Saat Papa pulang pagi ini
Dia membawa sejumlah merpati
Katanya
“Lepaskan ini saat Papa pergi”
Ketika Papa akan pergi lagi malam ini
Aku melihat menit yang tak sabar menanti
Untukku membuka gerbang merpati
Agar mereka dapat mengiring Papa nanti

Pembunuh dalam air

Jadi saya punya kolam di rumah dan isinya banyak sekali ikan dengan berbagai macam jenis. Ada koi, mas, mirip koi dan ekornya melambai, gabus, patin, dan bawal. Ya sebagian besar penghuninya adalah ikan yang layak dimakan dan saya bingung kenapa bukan ikan hias yang ada di kolam saya? Apakah dulu saya yang menaruhnya? Mungkin..
Dulu pernah saya punya ikan cupang. Dia hidup sekian lama di kolam saya sampai akhrnya dia sebesar sandal jepit dan gepeng. Waktu masih kecil dia lucu. Dan bagus. Dan entah kenapa kok cupang masuk kolam ikan? Sayakah yang menaruhnya? Kayaknya begitu… Ada suatu saat saya diberi ikan mas koki. Dan suatu saat itu tiba dimana saya berubah malas menguras akuarium karena gampang sekali kotor dan buau buangettt. Jadilah si mas koki bahenol itu saya letakkan di kolam ikan saya itu. Lucu sekali melihat dia beradaptasi dengan lingkungan dengan badannya yang goyang-goyang kesana kemari sampai esok hari, tinggal kepala saja. Saat itu saya langsung menyalahkan si cupang nakal itu.

Abang ikan langganan saya mutar mutar depan rumah, saya melihat kolam ini tak ada satupun ikan berwarna RGB atau CMY. Adanya K alias black semua. Jadi saya membeli ikan kecil panjang warna merah muda totol putih. Wuiii… lucu sekali. Keesokan harinya saya bingung mencari ikan hasil beli saya kemarin. Mannaaaa… mereka? Yang ada hanyalah si cupang nakal itu, saya tahu karena badannya besar dan gepeng. Dia menengok kea rah saya seakan mengejek dan bertanya, “Zzzup Mamen?”, kurang ajar, pikir saya saat itu. Dan lebih kurang ajarnya lagi, ada ekor goyang-goyang keluar dari mulutnya.
Saat itu juga saya karantina dia di satu pojokkan kolam yang gelap dan dingin seperti penjara Azkaban. Esoknya saya memanggil abang ikan dan berniat menjual cupang super jumbo kepadanya. Sedih hati saya melihat cupang itu mengambang mati. Say atak tahu apa karena dia tak dikasi makan daging, atau lupa saya kasih makan pellet, atau kedinginan, atau sempit ruangannya, pokoknya dia mati beku seperti ikan mati. Ah sedihnyaaa…
Kembali ke ikan saya sekarang di kolam ini. Ada satu bawal sialan (kenapa ada bawal di kolam saya? Dasar bawal, seharusnya ada di piring malah di kolam. Saya yang menaruhnya ya? Lupa saya..) jadi si bawal ini telah merenggut nyawa dua ekor ikan lucu saya. Koi dan si satu ikan tak tahu jenis itu yang ekornya kemana-mana. Kecil sih.. Laporan dari Ibu saya bahwa ada ikan mati di kolam membawa saya bangun dari alam mimpi yang menyenangkan. Ketika saya lihat.. si bawal sialan itu sedang asyik masyuk memakani ekor ikan berekor bagus itu sehingga habis. Langsung saya usir dia, orang udah mati masih digangguin. Eh… sialannya lagi, siangnya ada satu ikan koi baru beli mati juga. Saya langsung menyalahi si bawal itu. Biar saja. Saya langusng bilang kepada mang Timan untuk mengkarantina si bawal nakal itu. EEHHHH. Lebih siangnya lagi saya liat dia mengejar-ngejar ikan mini. Kabur dia loncat dari ruang karantina. Lalu setelah perjuangan berat, Mang Timan mengurungnya kembali.
Lalu saya berpikir, ikan patin saya ada tiga, jangan-jangan siripnya pada copot gara-gara bawal. Atau cupang dulu? Apa mending mereka digoreng saja? Hiy, nggak sehat ah, tunggu mati tua saja.
Ah! Setelah berita ini dimasukan, bawal saya tewas. Juga ada 2 ekor ikan mini lainnya. Jadi, mereka pembunuh, atau saya pembunuh??

Bingung kereta belanjaan


Ketika saya sedang berbelanja di sebuah supermarket terkemuka di seluruh Indonesia, saya mengantri di sebuah kasir yang hanya buka satu kasir saja karena mereka-mereka banyak yang belum pulang mudik saya rasa. Dan satu hal yang bikin saya bingung adalah, di hadapan saya berderet kereta belanjaan yang entah siapa yang punya. Dan nampaknya si mereka yang sudah belanja, mengantri di kasir, lalu selesai membayar pun juga peduli kacang sama kereta belanjaan itu. Saya tak tahu itu milik orang yang saat itu sedang membayar, atau si dia yang sekarang sedang menaruh barang di kasir.
Akhirnya saya mengambil inisiatif sendiri saja mendorong kereta belanjaan itu beserta keranjang belanjaan yang juga berserakan di lantai ya Tuhan! Si dia hanya melihat saya dengan tatapan mesra yang saat itu minta saya tonjok. Mbok ya toh di dorong atau dipindahkan, ya saya tahu itu bukan milik kamu atau milik kamu yang disana hey! Tch..
Nampaknya sikap ini-bukan-punyaku-jadi-ya –biarin-aja-mau-ganggu-kek- di sini masih sangat terbuka lebar cihuy. Dan .. dan.. ya itu dia! Semuanya begitu. Terserah saya mau menggunakan majas pars prototo untuk hal ini, pokoknya orang sini ya begitu. Masih banyak yang begitu. Tak tahu kurang dididik atau mereka memang kurang terdidik keadaannya, tapi kalau dibiarkan begitu saja akan susah juga.
Saya ingat artikel yang pernah diluncurkan oleh Readers Digest sekitar.. tahun lalu nampaknya. Tentang kurangnya kesadaran orang terhadap orang lain. Disana dijabarkan beberapa contoh, menahan pintu lift, mengambilkan kertas-kertas yang berhamburan, dan selamat, Indonesia menempati posisi yang lumayan tidak mengenakan. Ah kasihan. Ayo mari kita sadar diri!

Tuesday, 2 October 2007

Identical stooges


We were a group of class clown. No. Just me and a friend in the picture. (Guess! Which two members of these odd girls are F.R.E.A.K with capital). The school badge and tie were blurred due to prevent self humiliation. Thank you.